Sabtu, 14 Februari 2009

Merancang DAK "yang lain"

Pendahuluan.

Naskah ini disusun berdasarkan pertanyaan yang diajukan Tim Bappenas dalam rangka merancang “DAK ke Depan” . Jawaban yang saya sampaikan berdasarkan pemahaman setelah lebih dari dua tahun mencoba mempelajari DAK sebagaimana dimaksud dalam UU No 33 Th 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan PP No 55 Th 2005 tentang Dana Perimbangan. Pada prinsipnya saya berpendapat bahwa sebelum merancang DAK “yang lain”, sebaiknya menjawab pertanyaan (1) adakah yang salah dengan definisi existing DAK, jika “ya” – seyogyanya dedifinisikan dulu DAK yang dikehendaki; (2) adakah masalah yang serius dengan existing DAK, jika “ya” – pada segmen yang mana masalah tersebut ada – perencanaan, pengalokasian, penganggaran, pelaksanaan, atau monitoring/evaluasi/pengawasan-nya, atau semuanya?. Silahkan komentar anda terhadap jawaban saya, atau pendapat anda akan DAK “yang lain” tersebut (sebaiknya tidak disebut sebagai “The Future DAK” kalau dua pertanyaan tersebut belum terjawab.

Pertanyaan nomor 1:
Bagaimana pendapat anda dalam kaitannya DAK, dengan DAU, dan DBH sebagai satu kesatuan pertimbangan dalam alokasi dana dan kegiatan ke daerah?\

Jawaban:

Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya kira ada baiknya memahami terlebih dahulu hakekat dari masing-masing jenis dana perimbangan. DBH diberikan kepada daerah dengan besaran persentase tertentu berdasarkan realisasi penyetoran ke kas negara sebagai penghargaan atas usaha manusia mengelola pajak maka DBH Pajak diberikan kepada daerah penghasil pajak dengan persentase lebih besar, baru kemudian kepada daerah tetangganya dengan cluster provinsi (termasuk provinsi).

Berbeda dengan DBH SDA diberikan kepada daerah dengan persentase lebih besar kepada daerah penghasil karena anugerah Tuhan kepada daerah tersebut. DAU diberikan kepada daerah sebagai instrumen pemerataan. Apa yang harus diratakan kalau bukan pendapatan dari DBH (karena umumnya PAD kecil porsinya dalam APBD) dibandingkan dengan kebutuhannya. Pemahaman ini perlu sebelum menyentuh DAK, karena fungsi DAK untuk membantu keuangan daerah, dan wujud intervensi Pemerintah terkait dengan prioritas nasional. Kalau tidak memahami hal tersebut orang akan membicarakan DAK lepas dari pakem-nya. Keterkaitan antara DAK dengan dana perimbangan lainnya masih perlu, sepanjang UU No 33/2004 masih berlaku. Saya juga sependapat dengan kemungkinan “DAK” yang lain sepanjang kriterianya dirumuskan terlebih dahulu, jangan dengan kriteria “ad hoc”. Kriteria tersebut tentu harus berlaku konsisten dalam penetapan daerah penerima, perhitungan besaran, dan kriteria lain yang menunjukkan prinsip keadilan

Pertanyaan Nomor 2 :

Bagaimana pendapat anda dalam kaitannya dengan besaran alokasi DAK?, perlukah besaran DAK ditingkatkan dan dikaitkan secara langsung sebagai proporsi tertentu dari besaran APBN (missal 2,5 % dari DAU) atau sebagai proporsi dari DAU (misal 25 % dari besaran DAU)?

Jawaban:

Pertanyaan ini kelihatannya ada yang salah, yang tertulis 2,5% dari DAU (sekarang saja sudah lebih 10%) atau 25% dari DAU?. (barangkali 2,5% dari APBN). Sebenarnya saya kurang sependapat kalau APBN dikapling-kapling, coba kita bayangkan anggaran pendidikan 20%, DAU 26%, dana otonomi khusus 2% dari DAU, kemungkinan akan muncul bayar utang sekian persen, bayar gaji sekian persen, suatu saat bukan tidak mungkin akan ada yang tidak kebagian persentase. Untuk saat sekarang ini bahkan ke depan melaksanakan Pasal 108 UU No 33/2004 secara konsekuen akan menjadi prospek yang sangat menjanjikan bagi besaran DAK. Mohon maaf kalau saya ambil contoh Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang labelnya lebih politis dari pada pendekatan sistem penganggaran, demikian juga PNPM. Satu pertanyaan saja, kegiatannya kewenangan siapa?. Kalau semua kegiatan yang menjadi kewenangan daerah, dilaksanakan oleh daerah dan didanai dari DAK, saya kira mengkapling APBN untuk DAK tidak perlu.

Pertanyaan Nomor 3:

Bagaimana keterkaitan Prioritas atau kegiatan DAK dengan misi/prioritas kegiatan dalam RPJM sebagai landasan kebijakan jangka menengah?

Jawaban:

Sudah seharusnya perencanaan DAK baik mengenai penetapan bidang DAK maupun besaran DAK adalah bagian dari RPJM dan RKP. RKP setiap tahunnya ditetapkan dengan PP, namun RKP yang diacu dalam penyusunan / penetapan APBN adalah RKP yang telah dibahas dan disetujui DPR. Proses politik inilah yang kemudian mengakibatkan perencanaan DAK tidak selalu sesuai dengan keinginan Pemerintah.
Kebijakan pendanaan DAK dalam jangka menengah ada baiknya dilihat dalam perspektif pendanaan transfer secara keseluruhan. Untuk itu filosofi Dana Perimbangan sebagai satu kesatuan yang utuh harus diimplementasikan dalam kebijakan penyusunan RKP secara konsisten dan proporsional. Dengan demikian, tanggung jawab pencapaian prioritas nasional menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah.
Sampai sekarang belum ada ketentuan bagaimana sebenarnya mengkaitkan prioritas nasional dalam DAK. Bagaimana mengawal prioritas nasional supaya kegiatan DAK dilaksanakan di daerah dengan tepat. Sangat sempit tentunya kalau mengawalnya pada level kegiatan, dengan cara memberikan petunjuk untuk apa DAK harus digunakan, memang ini yang paling mudah dilaksanakan, tapi terkadang secara teknis tidak sesuai dengan kebutuhan daerah.

Pertanyaan Nomor 4:

Bagaimana pendapat anda berkaitan DAK dikelola dengan pendekatan Pengeluaran Jangka Menengah atau MTEF?

Jawaban:

Penganggaran dan pelaksanaan kegiatan DAK adalah wilayah APBD, memberlakukan DAK dengan pendekatan MTEF berarti memberlakukan MTEF hampir diseluruh Indonesia. Tolong pertimbangkan pertanyaan ini, apakah kita sudah memulai pendekatan MTEF pada penganggaran kementerian/lembaga yang hanya ada di Jakarta?. Apakah MTEF akan diberlakukan pada penganggaran per bidang, sedangkan MTEF lebih nyata kalau dikaitkan dengan kegiatan tertentu dengan output yang terukur?. Jadi pendapat saya sebaiknya tidak mengkaitkan dulu dengan MTEF, melihat apakah DAK sudah dilaksanakan sesuai persepsi Pemerintah Pusat saja , belum mampu, demikian juga apakah MTEF sudah dilaksanakan secara baik pada apenganggaran K/L?.

Pertanyaan Nomor 5:
Bagaimana pemdapatan anda keterkaitan bidang/kegiatan DAK dengan Fokus/Kegiatan Pokok di Prioritas Nasional RKP dan dalam memberikan Kontribusi terhadap pencapaian sasaran nasional?


Jawaban:
Berkaitan dengan pertanyaan nomor 3, sebaiknya memang segera ditetapkan bagaimana mengkaitkan DAK dengan prioritas nasional secara lebih sistematis dan konsisiten. Sekarang ini kalau ada program tertentu dicantumkan dalam RKP, contohnya pada saat menetapkan DAK Keluarga Berencana, maka menjadi sah kalau mebentuk bidang DAK seperti program yang sudah termuat dalam RKP. Apakah cara seperti ini sudah dianggap benar?. Bisa saja dianggap kurang tepat karena justru akan memberikan peluang untuk memperluas bidang-bidang DAK dengan alasan programnya sudah tercantum dalam RKP.

Pertanyaan Nomor 6:
Bagaimana dengan pemilihan bidang yang kegiatannya sudah menjadi urusan daerah (sudah didesentralisasi) è Referensi: PP38/2007, bidang apa yang sebaiknya diprioritaskan yang menjadi urusan wajib bagi daerah (idealnya yang sudah memiliki SPM)?

Jawaban:
Mengkaitkan DAK dengan SPM menurut saya justru akan menghambat pelaksanaan DAK. Kalau DAK dijadikan alat untuk mendorong K/L menyusun DAK juga tidak relevan, karena DAK berurusan dengan daerah sedang SPM berurusan dengan K/L. K/L terkait dengan DAK adalah
dalam rangka mengawal prioritas nasional, sampai sekarang ini cara yang dipakai adalah masing-masing K/L yang sektornya sesuai dengan bidang DAK yang diminta untuk menyusun petunjuk teknis DAK. PP 38/2007 sudah menunjukkan kewenangan daerah, sudah semestinya peraturan itu dilaksanakan, antara lain untuk menentukan bidang DAK, tapi juga harus konsekuen tidak ada lagi kewenangan daerah yang dilaksanakan pusat.

Pertanyaan Nomor 7:
Perlukah diberlakukan ketentuan bahwa setiap transfer DAK sebaiknya di lengkapi dengan Implisit atau eksplisit kontrak antara pemerintah pemberi dan penerima sebagai bagian performace based budgeting?

Jawaban :
Sejak APBN 2008 kita sudah menegaskan bahwa transfer berbeda dengan belanja, oleh karena itu dalam I-Account 2008 pada bagian Belanja tertulis Belanja Pemerintah Pusat, dan Transfer ke Daerah. Kalau kita sudah menetapkan DAK sebagai transfer maka tanggungjawab belanja ada di Daerah. Belanja artinya setiap pengeluaran anggaran disertai dengan bukti pengeluaran yang terdiri dari SPM, SP2D, dan kuitansi, termasuk didalamnya kontrak yang menjadi tanggung jawab Pengguna Anggaran Belanja. Transfer artinya setiap pengeluaran dibuktikan dengan bukti transfer yang terdiri dari SPM dan SP2D yang menjadi tanggung jawab Pengguna Anggaran Transfer . Pelaksanaan belanja dari anggaran transfer adalah daerah, oleh karena itu kontrak hanya ada di daerah. Saya kuatir pertanyaan ini memberi kesan bahwa jika tidak dilengkapi kontrak (implisit/eksplisit) maka pelaksanaan DAK bukan bagian dari performance based budgeting. Padahal apa artinya kontrak kalau didalamnya tidak menggambarkan secara jelas output yang hendak dicapai dari setiap pengeluaran . Pendeknya dimanapun terjadinya belanja maka disitulah prinsip anggaran kinerja dapat dilaksanakan. Kalau ingin melihat pencapaian kinerja DAK secara riil adalah dengan meminta BPKP untuk melakukan audit.

Pertanyaan Nomor 8:
Perlukah peran provinsi sebagai wakil pemerintah ditingkatkan untuk menyediakan pelayanan bagi masyarakat di wilayahnya namun dengan kewenangan menyesuaikan dengan kondisi daerah?

Jawaban:
Prinsip pelaksanaan anggaran yang sekarang ini saya kira sudah baik. Dekonsentrasi artinya gubernur sebagai kepala wilayah provinsi sebagai wakil pemerintah melaksanakan kewenangan pusat dan anggaran pusat di daerah. Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna anggaran tentu sudah memperhatikan kebutuhan dan kondisi wilayah provinsi. Tugas pembantuan artinya bupati/walikota sebagai kepala daerah membantu Pemerintah Pusat melaksanakan kegiatan dan anggaran yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat di daerah, inipun tentu sudah memperhatikan kondisi daerah. Misalnya Pemerintah ingin menyelenggarakan Festifal ternak nasional di daerah. Daerah yang pilih tentunya daerah yang memang memilih peternakan sebagai kegiatan unggulannya. Desentralisasi artinya guberbur/bupati/walikota melaksanakan kewenangan daerah dengan pendanaan dari APBD. Sumber APBD dari PAD dan transfer ke Daerah. Jadi apa yang tersurat dan tersirat dari pertanyaan ini hemat saya sudah dilaksanakan dalam sistem pelaksanaan anggaran kita.

Pertanyaan Nomor 9:
Bagimana pendapatan anda bahwa untuk mendorong kompetisi antar daerah, tidak semua daerah akan mendapatkan DAK?

Jawaban:
Pertanyaan baliknya “DAK” yang mana yang dimaksud disini. Kalau DAK yang ditetapkan dalam UU No 33/2004 tidak ada kaitannya dengan kompetisi. Kiranya perlu saya tegaskan kalau mengkaitkan opsi pendanaan dengan kompetisi, dengan sumber dari pinjaman/hibah luar negeri, dengan reward dan punishment, dan/atau dengan maksud-maksud lain diluar definisi DAK sebaiknya tidak dalam bentuk DAK, silahkan dalam bentuk lain yang tidak tertutup kemungkinannya, yang penting jelas kriteria dan dasar hukumnya atau silahkan merevisi UU No 33/2004 lebih dahulu.

Pertanyaan Nomor 10:
Bagaimana pendapat anda untuk mengurangi jumlah daerah penerima DAK terutama program yang skala kecil karena program skala kecil akan berpengaruh minimal terhadap tujuan nasional namun berpotensi mahal dalam biaya administrasi?

Jawaban:
Mengurangi daerah penerima DAK dapat dilakukan dengan penetapan kriteria – kriteria umum, atau khusus, atau teknis. Tetapkan kriterianya, sepakati nilai indeks masing-masing kriteria untuk menyaring daerah penerima, laksanakan secara konsisiten. Misalnya kalau indeks dengan nilai 1 masih dianggap menghasilkan daerah yang cukup banyak, maka perlu dicari nilai indeks fiskal yang optimal dan akan menhasilkan daerah yang lebih sedikit. Mengkaitkan jumlah daerah penerima DAK dengan mengurangi program skala kecil tidak ada relevansinya. Sekali lagi saya tegaskan bahwa penetapan daerah, penetapan besar DAK per daerah adalah masalah kriteria DAK, seyogyanya hakekat DAK benar-benar dipahami untuk merencanakan DAK masa depan supaya tidak terjebak pada idealisme demi sesuatu yang baru tapi tidak memiliki aspek legalitas, kecuali memang harus merevisi undang-undang terkait terlebih dahulu.

Pertanyaan Nomor 11:
Bagaimana pendapatan anda bila dilakukan reformulasi DAK yang lebih transparan. Memiliki akuntabilitas publik dan tidak mudah terintervensi secara politik?

Jawaban:
Reformulasi DAK saya sependapat, tapi persiapkan dahulu aspek legalitasnya kalau harus lain dari DAK yang ditetapkan UU. Reformulasi tidak dalam rangka transparansi karena sampai sekarang yang saya paham bahwa penetapan daerah dan perhitungannya sudah transparan. Meskipun ada intervensi politik penetapan daerah dan perhitungannya tetap harus transparan., karena kriteria yang disyaratkan tetap dilaksanakan secara konsisten dan akuntabel. Reformulasi lebih kepada upaya untuk memperbaiki kriteria agar dapat menggambarkan kondisi daerah dengan lebih akurat. Jika kriteria disempurnakan dan dilaksanakan secara konsisiten maka akan menunjukkan akurasi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Kalau kita sadari bahwa APBN adalah produk politik maka menghindari intervensi poltik sungguh sangat sukar, apalagi berhubungan dengan daerah yang wakil-wakilnya ada di DPR.

Pertanyaan Nomor 12:
Bagimana pendapatan anda jika formula dalam alokasi perhitungan bobot DAK dihilangkan, namun tetap diperlukan dalam pengukuran kapasitas fiskal, aspek khusus dan teknis dalam penentuan daerah ?

Jawaban
Saya kira perlu diluruskan lebih dahulu, bicara formula bukan dalam kaitannya dengan DAK, melainkan DAU. DAK kaitannya dengan kriteria, lebih lanjut lagi DBH kaitannya dengan persentase tertentu. Hal yang kelihatan sepele ini justru akan menunjukkan apakah hakekat DAU, DAK, dan DBH itu dipahami atau belum. Sudah saya singgung dalam jawaban pertanyaan nomor 9 silahkan kriteria (sekali lagi kriteria DAK) di-reformulasi, tujuannya adalah agar dapat menggambarkan daerah penerima yang lebih memerlukan sesuai dengan kondisi daerah (aspek khusus dan aspek teknis) dan ke:mampuan keuangan daerah. Perlu diingatkan kembali bahwa DAK sifatnya membantu daerah tertentu, jangan lupa aspek legalitasnya.

Perta nyaan Nomor 13:
Apakah anda setuju jika keberadaan dana pendamping ditiadakan dan diganti dikatagorisasi daerahnya dan kesepakatan persyaratan output atau outcome yang menjadi tujuan yang telah ditetapkan bersama ?

Jawaban:
Selama ini dana pendamping dikeluhkan banyak daerah. Ibaratnya dana pendamping ambil dari saku kiri masuk saku kanan, dari DAU dan DBH masuk pendamping DAK. Dana pendamping lebih digambarkan sebagai commitment funds bukan dalam rangka matching grant. Persepsi terhadap dana pendamping ini sebagian dibentuk dari petunjuk teknis yang tidak seragam bahkan sampai pada cara pencantuman dalam dokumen anggaran di daerah – DPA, sehingga menjadi kelihatan sulit. Salah satu cara mempermudah penjelasan dana pendamping misalnya dengan memberi catatan dalam DPA à misalnya Rehabilitasi Puskesmas Rp 2 miliar (catatan : 90% dari DAK). Cara ini akan efektif karena simple, tujuan tercapai, mudah dimonitor, dan outputnya sangat jelas, tidak perlu dirinci antara output DAK dan out dana pendamping. Pendapat saya tentang meniadakan dana pendamping lebih pada administrasi keuangan yang kurang efisien, dan pertimbangan kemampuan keuangan daerah. Tidak begitu relevan antara meniadakan dana pendamping dikaitkan dengan output atau outcome, dengan atau tanpa dana pendamping setiap kegiatan dan darimanapun anggarannya maka output dan outcome harus dinyatakan.

Pertanyaan Nomor 14:
Apakah anda setuju dengan membagi plafon alokasi DAK menjadi bagian untuk program-program dalam bidang yang menjadi tugas wajib dan tugas tambahan?

Jawaban:
Saya lebih setuju kalau DAK tidak perlu dikapling-kapling, yang penting bidangnya adalah prioritas nasional dan kegiatannya dibutuhkan daerah. Perlu dingatkan bahwa DAK adalah dana desentralisasi, kalau diarah-arahkan lebih ketat sebaiknya tidak disebut DAK, lalu apa bedanya dengan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan. Sekali lagi saya ingatkan bahwa DAK adalah untuk membantu daerah setelah mendapatkan DBH dan DAU. Yang dibantu adalah daerah tertentu, bagaimana menentukan daerah tertentu, silahkan kalau mau direformulasi. Penetapan bidang adalah perwujudan dari prioritas nasional. Apakah program wajib dan program tambahan adalah cara yang lebih baik menterjemahkan kebutuhan dan kondisi daerah? Tentunya perlu argumentasi yang cukup baik dari yang ada sekarang.

Pertanyaan Nomor 15:
Apakah anda setuju untuk melakukan penyederhanaan jenis-jenis Bidang yang diberi alokasi DAK, seperti:

a) Penentuan Prioritas bidang didasarkan kepada komitmen alokasi antar tahun (misal: minimal 2 tahun)

Jawaban a)
Saya menjadi agak bingung kaitannya dengan pertanyaan nomor 3 yang mengkaitkan DAK dengan RPJM. Kalau RPJM sudah ada, sudah pula dijabarkan dalam RKP. Lalu dimana letak komitmen DAK ini. Saya lebih sependapat pada upaya untuk perencanaan jangka menengah, jangka pendek/tahunan untuk penganggaran K/L sekaligus untuk penganggaran DAK, program prioritas nasional dalam anggaran K/L adalah bidang prioritas dalam anggaran DAK.

b) Seleksi kriteria bidang bisa didasarkan kepada
i. Bidang-bidang yang merupakan pelayanan dasar utama seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
ii. Bidang yang akan memberikan dampak terbesar atas
1. Nilai tambah ekonomi
2. Kualitas sumber daya manusia
3. Kesejahteraan masyarakat
4. Daya saing daerah
iii. Bidang-bidang yang telah mempunyai standar pelayanan minimal sebagai acuan kesepakatan kontrak output/otcome
iv. Memperhatikan letak dan kondisi geografi daerah calon penerima

Jawaban b):
Komponen-komponen tersebut diatas bagus, tapi saya kurang sependapat dengan butir iii, karena akan tumpang tindih dengan butir i. Kewenangan apa yang saat ini akan dan sudah terwujud SPM-nya?. Apakah SPM yang sudah ada akan dilaksanakan daerah. SPM itu ideal tapi seberapa banyak SPM yang akan ditetapkan dalam beberapa tahun mendatang?

Catatan tambahan:

Sebelum mengakhiri jawaban saya, sekali lagi ingin saya sampaikan bahwa menyiapkan DAK ke depan perlu dipertimbangkan, Pertama, tentukan perannya diantara dana perimbangan yang lain. Apakah DAK masih berperan “membantu”?. Kedua, menentukan kriteria penetapan daerah penerima, apakah semua daerah apakah daerah tertentu, daerah tertentu yang bagaimana agar menunjukkan prinsip keadilan, menentukan kondisi dan karakteristik daerah secara akurat menjadi penting untuk menggambarkan beban fiskal daerah, misalnya membedakan indeks wilayah antara daerah yang mempunyai panjang perbatasan dengan negara lain yang panjang dengan yang lebih pensdek. Ketiga, tentukan kriteria perhitungan besaran per daerah per bidang. Keempat, tentukan data teknisnya untuk mendukung perhitungan. Kelima, Siapkan aspek legalitasnya. Keenam, laksanakan secara konsisten. Sedangkan potensi yang cukup besar untuk menentukan besaran DAK Nasional adalah dengan melaksanakan Pasal 108 UU No 33/2004. Adapun besaran per bidangnya berdasarkan seberapa tinggi level bidang di dalam urutan prioritas nasional, semakin tinggi levelnya semakin besar alokasinya.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus