Selasa, 10 Mei 2011

Penghargaan dan Hadiah Uang untuk Provinsi Sumatera Selatan

Pendahuluan

Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah untuk memotivasi pemerintah daerah agar capaian kinerja dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu melayani penduduk, mengelola wilayah, dan menyelenggarakan pemerintahan benar-benar optimal. Pemberian Dana Insentif Daerah adalah salah satu cara motivasi yang cukup jitu, bukan hanya atraktif bagi pemerintah daerah tetapi juga bermanfaat langsung bagi masyarakat setempat. Dalam APBN 2011, Dana Insentif Daerah yang besarnya antara Rp 18 milyar sampai dengan Rp 33,8 milyar dikucurkan kepada 60 daerah, yaitu 5 provinsi, 17 kota, dan 38 kabupaten. Provinsi Sumatera Selatan dan kabupaten Lubuk Linggau adalah daerah yang mendapatkan penilaian yang cukup baik dan berhasil mendapatkan dana insentif daerah. Nama daerah penerima dan besaran Dana Insentif Daerah telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.07/2011 pada tanggal 28 Maret 2011. Lantas bagaimana sebenarnya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Lubuk Linggau bisa mendapatkan anugerah tersebut?, dan berapa besar hadiah uang untuk kedua daerah tersebut?

Dana Insentif Daerah (DID)

Program pemberian dana insentif daerah sudah dimulai pada tahun 2010. DID Tahun 2011 adalah program tahun kedua dengan penyediaan anggaran dari APBN 2011 sama dengan anggaran tahun 2010 yaitu 1,3 Triliun. Sedangkan daerah yang memperoleh DID meningkat dari 54 daerah pada tahun 2010 menjadi 60 daerah pada tahun 2011. Tujuan program dana insentif daerah adalah (a) mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), (b) memotivasi daerah agar berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu, dan (c) mendorong agar daerah menggunakan instrumen politik dan instrumen fiskal untuk secara optimal mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan penduduknya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka Pemerintah bersama DPR telah bersepakat bahwa DID akan dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Dalam dokumen kesepakatan dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah daerah yang berprestasi antara lain daerah yang sudah melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat dengan baik dan mendapatkan Opini WTP dan WDP dari BPK atas LKPD, dan daerah yang menetapkan APBD tepat waktu. Oleh karena itu kriteria dan indikator penetapan daerah penerima DID meliputi tiga kriteria kinerja. Kriteria Kinerja yang pertama adalah Kriteria Kinerja Pengelolaan Keuangan yang terdiri dari (a) Opini BPK atas LKPD, (b) Penetapan APBD 2010 tepat waktu, (c) upaya (effort) peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kriteria Kedua adalah Kriteria Kinerja Pendidikan yang terdiri dari indikator (a) Partisipasi Sekolah / Angka Partisipasi Kasar (APK) dan (b) Upaya (effort) peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan kriteria kinerja ketiga adalah Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat yang terdiri dari (a) Peningkatan Angka Pertumbuhan Ekonomi lokal, (b) Penurunan Angka Kemiskinan, dan (c) Penurunan Angka Pengangguran.

Dibandingkan dengan penilaian kinerja tahun 2010, penetapan daerah penerima DID tahun 2011 dilakukan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menetapkan indikator opini BPK atas LKPD dan penetapan Perda APBD tepat waktu sebagai kriteria utama, artinya hanya daerah yang memenuhi dua indikator tersebut yang lolos untuk menuju kepada penyaringan berikutnya. Penyaringan tahap pertama menghasilkan 149 daerah dari 524 daerah. Penyaringan tahap berikutnya dengan menggunakan kriteria yang menunjukkan keberhasilan daerah dalam menggunakan instrumen politik dan instrumen fiskal untuk secara optimal mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan penduduknya. Penyaringan tahap kedua ini menghasilkan 60 dari 149 daerah, diantaranya adalah Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Lubuk Linggau. Dari 60 daerah pemenang ternyata 70% atau sebanyak 42 adalah daerah pemenang baru, atau hanya 18 daerah yang berhasil pengulangi prestasi tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa suatu daerah bisa saja merencanakan melalui effort yang ketat untuk menjadi pemanang namun daerah lain juga memiliki semangat yang sama, sehingga terjadi situasi ketidakpastian dalam DID ini.

Pencapaian Kinerja Provinsi Sumatera Selatan.

Keberhasilan Provinsi Sumatera Selatan ditandai dengan pencapaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama dua tahun berturut-turut yaitu LKPD 2008 dan LKPD 2009. Dalam hal ketepatan waktu penetapan Perda APBD, Provinsi Sumatera Selatan telah berhasil menetapkan APBD 2010 tepat waktu. Dalam hal PAD, kinerja yang berhasil dicapai adalah kenaikan PAD diatas rata-rata nasional dalam jangka waktu antara tahun 2007 s/d 2009. Prestasi dalam kinerja pendidikan ditunjukkan dengan peningkatan angka partisipasi kasar Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah diatas rata-rata nasional. Kinerja lain yang patut dibanggakan dari Provinsi Sumatera Selatan adalah pencapaian peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat diatas rata-rata nasional dalam jangka waktu tahun 2007-2008 dan tahun 2008-2009 . Pada aspek upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal juga terlihat meningkat konsisten dalam jangka waktu 2007 s/d 2009.

Penurunan angka kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari rata-rata nasional. Demikian juga dalam hal menggunakan instrumen fiskal untuk kemanfaatan kepada masyarakat, Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan prestasi yang tinggi yaitu pada kategori daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional namun sanggup mencapai Indeks Pembangunan Manusia diatas rata-rata nasional. Dari pencapaian-pencapaian tersebut Provinsi Sumatera Selatan berhasil memperoleh predikat daerah berprestasi dengan insentif dana sebesar Rp24,25 Miliar.

Pencapaian Kinerja Kabupaten Lubuk Lingau.

Keberhasilan Kabupaten Lubuk Linggau ditandai dengan pencapaian opini WDP selama dua tahun berturut-turut yaitu LKPD 2008 dan LKPD 2009. Dalam hal ketepatan waktu penetapan Perda APBD, Kabupaten Lubuk Linggau telah berhasil menetapkan APBD 2010 tepat waktu. Sayangnya PAD tidak menunjukkan kenaikan dalam APBD 2009. Komponen PAD ini belum ikut menyumbang kinerja yang lebih bagim bagi pencapaian kinerja secara keseluruhan. Prestasi dalam kinerja pendidikan ditunjukkan dengan peningkatan angka partisipasi kasar Pendidikan Dasar atau Pendidikan Menengah diatas rata-rata nasional. Kinerja lain yang menyumbang diperolehnya DID adalah pencapaian peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat diatas rata-rata nasional dalam jangka waktu tahun 2007-2009 . Indikator yang patut dibanggakan adalah pada aspek upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal juga terlihat meningkat konsisten dalam jangka waktu 2007 -2008, 2008-2009, dengan peningkatan yang progresif diatas rata-rata Nasional.

Penurunan angka kemiskinan juga lebih besar dari angka penurunan rata-rata Nasional. Sejalan dengan angka peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terlihat penurunan angka pengangguran menunjukkan pencapaian diatas rata-rata Nasional yang progresif dari tahun 2007-2008 dan 2008-2009. Demikian juga dalam hal menggunakan instrumen fiskal untuk kemanfaatan kepada masyarakat, Kabupaten Lubuk Linggau menunjukkan prestasi yang konsisten yaitu pada kategori daerah dengan kemampuan keuangan di atas rata-rata nasional untuk mencapai Indeks Pembangunan Manusia diatas rata-rata nasional. Dari pencapaian-pencapaian tersebut Kabupaten Lubuk Linggau berhasil memperoleh predikat daerah berprestasi dengan insentif dana sebesar Rp19,06 Miliar.

DID, program pendanaan daerah yang motivatif.

Instrumen politik dan instrumen fiskal dimiliki oleh semua pemerintah daerah namun belum semua daerah dapat memanfaatkannya dengan cukup baik. Hubungan politik antara DPRD dengan eksekutif yang baik dapat ditunjukkan antara lain dengan penyelesaian dan penetapan APBD tepat waktu, yaitu sebelum akhir Desember. Apalagi apabila hubungan yang saling bersinergi tersebut dilakukan secara konsisten selama beberapa waktu berturut-turut yang mengindikasikan adanya motivasi yang terencana. Mempertahankan perolehan opini yang baik dari BPK bukanlah upaya yang ringan melainkan penuh dengan ketekunan untuk bertindak secara akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah.

Meningkatkan PAD dengan dampak yang minimal bebannya terhadap penduduk adalah pencapaian yang cukup bijak, selain pemilihan obyek pendapatan daerah yang tepat juga harus dibarengi dengan intensifikasi dalam pemungutannya, karena jika membebani penduduk maka Perda PAD akan dibatalkan oleh Pemerintah. Peningkatan IPM adalah salah satu janji kepala daerah pada saat kampanye selama proses Pilkada. IPM adalah indeks komposit yang menunjukkan pencapaian daerah di bidang pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Selamat kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Kabupaten Lubuk Linggau dan seluruh masyarakatnya. Prestasi ini layak dipertahankan dengan effort yang lebih ketat agar tidak tergeser oleh daerah lain. Selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, Gubernur Sumatera Selatan semestinya mendorong kabupaten/kota di wilayahnya agar berbuat yang sama atau bahkan lebih agar lebih banyak daerah mendapatkan DID di tahun 2012. (pr@m)

Mecapai Efisiensi Melalui Nilai-Nilai Ethos Kerja Yang Tinggi

Tulisan ini telah dimuat dalam “Buletin Kinerja”, Edisi 8/2011
(Penerbit Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan)

Meluruskan Persepsi, Membangun Image

Keputusan Menteri Keuangan pada tahun 2008 yang menunjuk Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)Transfer ke Daerah (TkD) adalah awal dari suatu cara jitu untuk meluruskan persepsi masyarakat (daerah) terhadap pengelolaan anggaran Transfer Ke Daerah, sekaligus sarana membangun image yang lebih baik terhadap upaya transparansi dan akuntabilitas.
Persepsi masyarakat (daerah) terhadap pengelolaan TkD antara lain dinyatakan dengan ungkapan-ungkapan sebagai berikut:
• Tak ada kenaikan Dana Perimbangan kalau tidak dekat dengan orang Pusat.
• Kementerian/Lembaga hanya memberikan data teknis Dana Alokasi Khusus (DAK), Kementerian Keuangan yang menentukan alokasinya.
• Perhitungan Dana Bagi Hasil (DBH) yang tidak transparan.
• Penyaluran Dana Perimbangan yang selalu terlambat.
• Rekonsiliasi DBH SDA yang dimaksudkan sebagai upaya trarsparansi dan akuntabilitas distribusi DBH SDA dipersepsikan sebagai ajang untuk sekedar mengamini perhitungan DBH yang dilakukan oleh Pusat.
• Laporan keuangan TkD sebagai bagian dari Laporan Keuangan Bagian Anggaran Menteri Keuangan selaku bendahara Umum Negara (BUN) selalu mendapatkan opini desclaimer.

Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan Dana Perimbangan telah berhasil dibangun dengan fokus negatif oleh orang-orang yang berusaha mengambil keuntungan finansial dari minimnya informasi dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan Dana Perimbangan. Yang terjadi kemudian adalah, masyarakat merelakan kepada pihak tertentu sebagian uangnya yang ditanamkan bersama harapannya untuk mendapatkan kenaikan dana perimbangan. Pihak tertentu tersebut adalah “calo” dan uang yang diiklhaskan tersebut adalah “pelicin”, sedangkan yang dimaksud sebagai kenaikan dana perimbangan adalah “omong kosong”.

Yang terjadi sebenarnya adalah bahwa para orang yang tidak bertanggungjawab tersebut secara cerdik memanfaat informasi mengenai kenaikan pagu Dana Perimbangan dalam APBN. Mereka sebenarnya hanya menggunakan gejala umum jika kue yang akan dibagi menjadi lebih besar maka penerima kue akan mendapatkan bagian yang lebih besar. Yang dilakukan kemudian adalah membujuk daerah-daerah dengan kemampuan keuangan rendah bahwa daerah tersebut akan mendapatkan kenaikan dana perimbangan jika diurus.

Dalam beberapa tahun terakhir persepsi masyarakat mulai bergeser ke arah yang membaik melalui sosialisasi intensif dan transparan menjelaskan mengenai mekanisme perhitungan setiap komponen dana perimbangan, menjelaskan dengan membandingkan hasil perhitungan dana perimbangan antar daerah, meyakinkan daerah bahwa data asar perhitungan yang digunakan adalah valid, dan melakukan perubahan mendasar terhadap prosedur penyaluran, adalah beberapa upaya untuk meluruskan persepsi yang sekaligus membangun image.

Merancang New Design, meningkatkan efisiensi.

Penujukan DJPK sebagai KPA-TkD pada tahun 2008 memperjelas konsep Two Steps Spending bagi Anggaran TkD. Anggaran TkD adalah anggaran “milik” daerah yang dititipkan dalam Bagian Anggaran (BA) 070 untuk Dana Perimbangan dan BA 071 untuk Dana Otonomi Khusus dan penyesuaian. Menteri Keuangan /DJPK meminta kepada DJPB untuk menyalurkan anggaran TkD dari Kas Negara ke Kas Daerah, ini adalah first step, dan dilanjutkan dengan second step, yaitu daerah membelanjakan anggarannya melalui pelaksanaan kegiatan dan pencapaian output.

Pelaksanaan mekanisme penyaluran yang kemudian disebut sebagai “New Design” telah menghasilkan opini BPK atas Laporan Keuangan 2008 sebagai WDP untuk laporan BA 071 dan WTP untuk laporan BA 071. Selanjutnya pada 2009 dilakukan penggabungan BA 070 dan BA 071 menjadi BA 999.05, yang memperjelas bahwa BA Transfer ke Daerah adalah bagian dari BA Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN). Melalui perbaikan mekanisme penyaluran TkD yang semula melalui DJPB menjadi melalui KPPN Jakarta II dan penyempurnaan mekanisme penyaluran, maka pada Tahun 2009 Laporan BA 999.0 mendapatkan opini WTP.

Efisiensi dari penyaluran transfer ke daerah, dapat dijelaskan melalui pengelompokan sebagai berikut:
(1). Efisiensi dokumen. Sampai dengan tahun 2007 untuk menyusun melaksanakan penyaluran dana yang bersumber dari Belanja Ke Daerah dalam APBN dibutuhkan dokumen anggaran yang dibuat dan disimpan di kantor pusat Kementerian Keuangan, dikirimkan ke 467 daerah selaku KPA, dan digunakan sebagai dasar pembayaran di 178 kantor pelayanan perbendahaan negara (KPPN) selaku pemegang rekening Kas Negara. Dokumen anggaran tersebut meliputi daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA), SPM beserta dokumen pendukungnya, dan SP2D. Dengan transfer new design dapat dihitung tidak kurang dari 88.853 unit dokumen per tahun yang tidak perlu dicetak dan dikirimkan lagi, karena hanya ada satu DIPA, dengan beberapa SPM dan SP2D di kantor pusat Kementerian Keuangan.
(2). Efisiensi birokrasi. Proses birokrasi yang dapat dihemat dari pelaksanaan new design tersebut adalah berkurangnya secara signifikat frekuensi pertemuan antara PNS daerah dengan PNS pusat dalam rangka penyusunan dokumen anggaran berupa rencana definitif DAK (RD-DAK) maupun dalam pengajuan usulan revisi RD-DAK, konsultasi pengajuan SPM dan penyusunan laporan DAK. Tidak kurang dari 13.000 pertemuan tidak perlu dilakukan lagi dengan dilaksanakannya transfer dengan new design.
(3). Efisiensi dana. Sampai dengan akhir tahun 2007, penyaluran DAU setiap awal bulan melalui BI tidak langsung ke rekening KUD, melainkan melalui bank operasional (BO) kas negara pada H-5, sedangkan mulai Januari 2008 penyaluran DAU yang nilainya tidak kurang dari Rp. 14 triliun sudah dilaksanakan pada tanggal 2 Januari 2008 dengan pemindahbukuan secara langsung dari rekening BUN ke rekening KUD, sehingga DAU tidak perlu overnight di BO. Efisiensi lainnya dapat dihitung dari biaya perjalanan untuk penyusunan RD-DAK dan revisi RD-DAK dari daerah ke ibu kota provinsi, pengajuan SPM dari daerah ke KPPN, rekonsiliasi data DBH-SDA dari daerah ke Jakarta yang semula dilaksanakan empat kali menjadi dua kali dalam setahun. Demikian juga biaya untuk penyusunan dokumen dalam kaitannya dengan efisensi dokumen.
(4). Efisiensi Tenaga dan Waktu. Tenaga yang semula harus disediakan di 451 daerah, 33 Kantor Wilayah DJPB, dan 178 KPPN untuk melakukan pembahasan RD-DAK, memproduksi DIPA-DAU, DIPA-DAK, DIPA-DBH PPh, menyusun SPM-DAU, SPM-DAK, SPM-DBH PPh, dan menerbitkan SP2D-DAU, SP2-DAK, SP2D-DBH PPh dalam pelaksanaan pola baru tidak diperlukan lagi karena DIPA, SPM, dan SP2D cukup diterbitkan di Kantor Pusat Departemen Keuangan. Efisiensi tenaga juga terlihat dari tidak dilaksanakan rekonsiliasi data penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor SDA pada penyaluran DBHSDA Triwulan Pertama dan kedua yang semula setiap penyaluran DBH SDA harus berdasarkan pada hasil rekonsiliasi PNBP-SDA. Sedangkan efisiensi waktu akan terlihat dari kecepatan penyediaan dokumen anggaran yang semula harus memproduksi dokumen yang sangat banyak dibansing dengan dokumen anggaran yang sangat sedikit.
(5).Efisiensi Pelaporan. Pelaporan realisasi Belanja Ke Daerah sampai dengan tahun 2007 hampir mustahil dapat dilaksanakan secara benar menurut kaidah laporan dan akuntansi pemerintah, karena tidak tersedianya dokumen sumber untuk menyusun laporan. Keberadaan dokumen sumber yang berupa SPM tersebar diseluruh daerah sebanyak 434 kabupaten/kota dan 33 provinsi, sedangkan SP2D tersebar di 178 KPPN di seluruh Indonesia. Mengharapkan datangnya laporan dari 451 entitas pelaporan tentu bukan hal yang sepele, karena taruhannya laporan harus tepat waktu dan lengkap dokumen sumbernya. Pola baru tarnsfer menjanjikan tersedianya dokumen sumber ada di Departemen Keuangan, yaitu di DJPK dan DJPBN, sehingga kelengkapan dan akurasi data laporan dapat didukung dengan dokumen sumber yang valid. Demikian juga waktu penyelesaian laporan realisasi transfer dapat terjamin.
(6). Efisiensi Sistem Informasi. Sistem informasi keuangan daerah yang ada di Kementerian Keuangan sampai saat ini terbatas hanya pada data alokasi belanja ke daerah. Data realisasi hampir tidak tersedia kecuali data realisasi yang diminta dari DJPB yang berasal dari 178 KPPN yang belum direkonsiliasi dengan dokumen sumbernya. Pola baru transfer ke daerah akan menjamin tersedianya data realisasi transfer yang didukung dengan dokumen sumber yang tepat waktu dan lengkap seperti yang tersedia untuk bahan pelaporan. Efisiensi dalam sistem informasi akan terwujud juga dari hasil analisis yang dapat dilakukan dengan data yang kurang valid dibandingkan dengan data yang lebih valid.
Selain berdampak positif pada peningkatan kualitas Laporan Keuangan TkD, New Design penyaluran TkD telah menunjukkan dampak yang baik pada aspek lainnya, antara lain:
(a). Mendorong terwujudnya satu rekening Kas Daerah. Sampai dengan akhir tahun 2007, dana perimbangan dan dana transfer lainnya disalurkan ke daerah dalam beberapa nomor rekening bank dengan nama rekening yang sangat bervariasi yang menyulitkan pelaksanaan pemantauan ketersediaan dana di daerah. Pola baru ini mendukung program Kementerian Keuangan dalam mewujudkan Treasury Singgle Account yang juga akan ditrapkan di daerah. Dampak dari pola ini, daerah tidak perlu memelihara beberapa rekening di bank, melainkan hanya satu rekening untuk menampung pendapatan yang berasal dari transfer pemerintah pusat. Setelah berupaya lebih dari dua tahun, maka pada triwulan keempat tahun 2010, semua rekening kas umum daerah telah menggunakan nomenklatur Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud dalam PP No 39 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Uang Negara dan Uang Daerah.
(b). Percepatan pelaksanaan DAK. Dalam mekanisme penyaluran diatur bahwa DAK semula disalurkan dalam tiga tahap yaitu 30%, 30&, 30% dan 10%, paling cepat mulai bulan Februari. Penentuan bulan Februari ini dalam kaitannya dengan ketentuan yang mengatur penyelesaian peraturan daerah (Perda) APBD paling lambat Akhir Januari. Selanjutnya diatur bahwa tidak ada penyaluran DAK tahap pertama kecuali daerah sudah menetapkan Perda APBD. Ketentuan ini telah mendorong daerah untuk secepatnya menyampaikan Perda APBD ke Kementerian Keuangan. Penyaluran DAK tahap kedua sampai dengan keempat disalurkan apabila penyerapan DAK menunjukkan performance yang baik, yaitu apabila dana DAK yang sudah ditransfer ke KUD sebagai pendapatan daerah telah diserap lebih dari 90%. Kinerja penyerapan tersebut ditunjukkan dalam Laporan Pelaksanaan DAK yang dikirimkan ke DJPK Kementerian Keuangan setiap saat sisa dana DAK di KUD mencapai angka lebih kecil dari 10%. Pengaturan ini akan mendorong daerah lebih cepat melaksanakan kegiatan DAK hingga sumua dana DAK terserap. Keberhasilan New Design penyaluran yang telah berjasil memotivasi pelaksanaan lebih baik DAK mendorong dilakukan perubahan penyaluran DAK yang semuka 4 kali menjadi 3 kali, yaitu 30%, 45%, dan 25%.
(c). Mendorong percepatan penetapan dan pelaksanaan kegiatan APBD . Dorongan terhadap percepatan penyelesaian perda APBD akan berdampak pada pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah lebih awal. Disampjng dasar hukum untuk pelaksanaan kegiatan sudah ditetapkan, biaya yang berasal dari transferpun sudah tersedia di Rekening KUD tanpa harus ditagih. Kesadaran akan betapa pentingnya penetapan Perda APBD tepat waktu dan perolehan opini yang baik atas laporan keuangan mendorong Pemerintah pada tahun 2009 untuk lebih memotivasi daerah dengan penyediaan dana insentif daerah dalam APBN 2010.

Membangun trust, menghilangkan cylo.

Setiap tahun, Anggaran Transfer ke Daerah diupayakan untuk dikelola lebih baik dari tahun sebelumnya baik dari aspek alokasi, penyaluran, dan pertanggungjawaban. Langkah yang telah dilakukan antara lain seb agai berikut:
(1) melalui peningkatan hubungan yang lebih baik dengan institusi yang terkait dengan penyediaan data dasar, data perkiraan, dan data realisasi dana perimbangan, seperti Badan Pusat Statistik, Kem Dalam Negeri, Bappenas, kementerian/lembaga lain yang terkait dengan pengelolaan Dana Perimbangan.

(2) termasuk juga kualitas hubungan yang lebih baik dengan Unit Pengawas Internal Kementerian Keuangan, yaitu Inspektorat Jenderal selaku Unit Pengendali dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban.
(3) Demikian juga hubungan yang semakin baik dengan aparat pengawas internal Pemerintah, yaitu Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka evaluasi kualitas belanja daerah dalam melaksanakan DAK.

(4) Hubungan yang semakin baik dan berkualitas dengan Ditjen Perbendaharaan terlihat dari selalu disempurnakannya ketentuan tentang mekanisme pelaksanaan dan pertanggungjawaban transfer ke daerah mulai dari PMK 04/2008, PMK 21/2009, dan PMK 126/2010. Peraturan-peraturan tersebut selain kental dengan efisiensi juga kental dengan nuansa motivasi.

(5) Kerjasama yang semakin baik juga dijalin dengan Ditjen Pajak dalam rangka pengelolaan DBH PBB dan BPHTB, termasuk penyelesaian UU No 28/2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) hingga saat ini proses sosialisasi ke pada daerah dilaksanakan secara berdampingan.

(6) Ditjen Bea dan Cukai adalah partner DJPK dalam pengelolaan DBH Cukai Hasil tembakau (CHT) bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). Permasalahan di daerah dalam pelaksanaan DBH CHT dipecahkan bersama sehingga DBH CHT benar-benar member manfaat kepada daerah penerimanya.

Hubungan dan kerjasama tersebut diatas dapat berhasil dengan baik karena dilandasi dengan saling percaya

Hasil dari pencapaian efisiensi melalui nilai-nilai ethos kerja yang baik.
a) Dari Kinerja Penyaluran TkD dapat dilihat keberhasilan Konsep New Design sejak tahun 2008, 2009, dan 2010. Dari pendekatan persentasi realisasi menunjukkan bahwa realisasi semua komponen Dana perimbangan telah melebihi dari target yang dijanjikan. Realisasi DBH menunjukkan persentase yang meningkat pada 2010, meskipun terjadi penurunan di 2009. Realisasi DAU konsisten dapat dipertahankan 100%, dan realisasi DAK yang dapat dijaga pada posisi yang optimal.

Realisasi Penyaluran Dana Perimbangan 2008 s/d 2010

No Rupiah Realisasi(Triliun) Persentase Realisasi
2008 2009 2010 2008 2009 2010
1 DBH 77,76 76,13 92,07 100,84 97,63 102,74
2 DAU 179,51 186,41 203,61 100,00 100.00 100,00
3 DAK 21,20 24,70 20,95 98,04 99,55 99,14
4 Jumlah 278,47 287,25 316,64 100,09 99,37 99,69


b) Survey Opini Stakeholder Kementerian Keuangan Bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor terhadap Capaian Kinerja Layanan DJPK dalam Buku Laporan Survey Halaman 146 menyatakan bahwa “ jika dibandingkan tingkat kepuasan responden terhadap layanan DJPK dengan keseluruhan layanan pada Kementerian Keuangan tahun 2010, menunjukkan tingkat kepuasan responden terhadap layanan DJPK lebih tinggi dari tingkat kepuasan secara umum layanan Kementerian Keuangan. Kondisi ini tentunya merupakan capaian positif dari kinerja layanan DJPK yang perlu dipertahankan”.

Tingkat Kepuasan pada Layanan DJPK dan Kementerian Keuangan
Tahun 2010 (Grafik Tingkat Kepuasan Tidak Termuat)


c) Semangat membangun trust dan menghilangkan cylo Nampak jelas menghasilkan Laporan Keuangan Transfer Ke Daerah yang semakin berkualitas. Pada tahun 2009 atas Laporan Keuangan tahun 2008, perolehan Opini WDP pada BA 070 Dana Perimbangan dan WTP untuk BA 071 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian telah membangun kepercayaan yang tinggi baik internal DJPK maupun kaitannya dengan unit-unit diluar DJPK yang mendukung keberhasilan tersebut. Pada tahun 2010 atas Laporan Keuangan 2009 gabungan antara BA 070 dan BA 071 menjadi BA 999.05 menjadikan konsolidasi laporan yang komprehensif dengan perolehan opini WTP.

Senin, 25 April 2011

Penghargaan dan Hadiah Uang untuk Kota Bitung

Penghargaan dan Hadiah Uang untuk Kota Bitung
Oleh : Pramudjo

(Tulisan ini telah dimuat dalam Rubrik “OPINI” pada surat kabar:
(1) Manado Post, Manado, Senin tgl 18 April 2011, Halaman 8
(2) Harian KOMENTAR, Manado, secara bersambung Senin dan Selasa 18 dan 19 April 2011 Hal. 5

Pendahuluan

Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah untuk memotivasi pemerintah daerah agar capaian kinerja dalam melaksanakan tugas utamanya yaitu melayani penduduk, mengelola wilayah, dan menyelenggarakan pemerintahan benar-benar optimal. Pemberian Dana Insentif Daerah adalah salah satu cara motivasi yang cukup jitu, bukan hanya atraktif bagi pemerintah daerah tetapi juga bermanfaat langsung bagi masyarakat setempat. Dalam APBN 2011, Dana Insentif Daerah yang besarnya antara Rp 18 milyar sampai dengan Rp 33,8 milyar dikucurkan kepada 60 daerah, yaitu 5 provinsi, 17 kota, dan 38 kabupaten.
Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara adalah salah satu daerah yang mendapatkan dana insentif dan berhasil menduduki ranking 40 diantara 55 kabupaten/kota. Nama daerah penerima dan besaran Dana Insentif Daerah telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.07/2011 pada tanggal 28 Maret 2011. Lantas bagaimana sebenarnya Pemerintah Daerah Kota Bitung bisa mendapatkan anugerah tersebut?, dan berapa besar hadiah uang untuk Kota Bitung?

Dana Insentif Daerah (DID)

Program pemberian dana insentif daerah sudah dimulai pada tahun 2010. Dana Insentif Daerah Tahun 2011 adalah program tahun kedua dengan penyediaan anggaran dari APBN 2011 sama dengan anggaran tahun 2010 yaitu 1,3 Triliun. Sedangkan daerah yang memperoleh Dana Insentif Daerah meningkat dari 54 daerah pada tahun 2010 menjadi 60 daerah pada tahun 2011. Tujuan program dana insentif daerah adalah (a) mendorong agar daerah berupaya untuk mengelola keuangannya dengan lebih baik yang ditunjukkan dengan perolehan opini BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), (b) memotivasi daerah agar berupaya untuk selalu menetapkan APBD tepat waktu, dan (c) mendorong agar daerah menggunakan instrumen politik dan instrumen fiskal untuk secara optimal mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan penduduknya.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka Pemerintah bersama DPR telah bersepakat bahwa DID akan dialokasikan kepada daerah tertentu dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Dalam dokumen kesepakatan dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kriteria tertentu adalah daerah yang berprestasi antara lain daerah yang sudah melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat dengan baik dan mendapatkan Opini WTP dan WDP dari BPK atas LKPD, dan daerah yang menetapkan APBD tepat waktu. Oleh karena itu kriteria dan indikator penetapan daerah penerima DID meliputi tiga kriteria kinerja. Kriteria Kinerja yang pertama adalah Kriteria Kinerja Pengelolaan Keuangan yang terdiri dari (a) Opini BPK atas LKPD, (b) Penetapan APBD 2010 tepat waktu, (c) upaya (effort) peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kriteria Kedua adalah Kriteria Kinerja Pendidikan yang terdiri dari indikator (a) Partisipasi Sekolah / Angka Partisipasi Kasar (APK) dan (b) Upaya (effort) peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sedangkan kriteria kinerja ketiga adalah Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat yang terdiri dari (a) Peningkatan Angka Pertumbuhan Ekonomi lokal, (b) Penurunan Angka Kemiskinan, dan (c) Penurunan Angka Pengangguran.

Dibandingkan dengan penilaian kinerja tahun 2010, penetapan daerah penerima DID tahun 2011 dilakukan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan menetapkan indikator opini BPK atas LKPD dan penetapan Perda APBD tepat waktu sebagai kriteria utama, artinya hanya daerah yang memenuhi dua indikator tersebut yang lolos untuk menuju kepada penyaringan berikutnya. Penyaringan tahap pertama menghasilkan 149 daerah dari 524 daerah. Penyaringan tahap berikutnya dengan menggunakan kriteria yang menunjukkan keberhasilan daerah dalam menggunakan instrumen politik dan instrumen fiskal untuk secara optimal mewujudkan peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal dan peningkatan kesejahteraan penduduknya. Penyaringan tahap kedua ini menghasilkan 60 dari 149 daerah, diantaranya adalah Provinsi Sulawesi Utara yang menduduki ranking pertama dan Kota Bitung.

Pencapaian Kinerja Kota Bitung.

Keberhasilan Kota Bitung ditandai dengan pencapaian opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) selama dua tahun berturut-turut yaitu LKPD 2008 dan LKPD 2009. Dalam hal ketepatan waktu penetapan Perda APBD, Kota Bitung telah mencapainya selama tiga tahun berturut-turut yaitu APBD 2008, 2009, dan 2010. Sayangnya PAD tidak menunjukkan kenaikan dalam APBD 2009. Komponen PAD ini yang menyebabkan kinerja Kota Bitung dinilai tidak lebih baik dari tahun 2010 namun demikian secara keseluruhan masih lebih baik dari daerah lain pada umumnya . Prestasi dalam kinerja pendidikan ditunjukkan dengan peningkatan angka partisipasi kasar murid Sekolah Dasar diatas rata-rata nasional.

Kinerja lain yang patut dibanggakan dari Kota Bitung adalah pencapaian peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat di tahun 2009 dibanding tahun 2008. Pada aspek upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal juga terlihat meningkat, penurunan angka kemiskinan, dan penurunan angka pengangguran Kota Bitung belum menunjukkan pencapaian yang lebih baik dari rata-rata nasional, namun dalam hal menggunakan instrumen fiskal untuk kemanfaatan kepada masyarakat, Kota Bitung menunjukkan prestasi yang tinggi yaitu pada kategori daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional namun sanggup mencapai Indeks Pembangunan Manusia diatas rata-rata nasional. Dari pencapaian-pencapaian tersebut Kota Bitung berhasil memperoleh predikat daerah berprestasi dengan insentif dana sebesar Rp20,19 Miliar.

DID, program pendanaan daerah yang motivatif.

Instrumen politik dan instrumen fiskal dimiliki oleh semua pemerintah daerah namun belum semua daerah dapat memanfaatkannya dengan cukup baik. Hubungan politik antara DPRD dengan eksekutif yang baik dapat ditunjukkan antara lain dengan penyelesaian dan penetapan APBD tepat waktu, yaitu sebelum akhir Desember. Apalagi apabila hubungan yang saling bersinergi tersebut dilakukan selama jangka waktu berturut-turut yang mengindikasikan adanya motivasi yang terencana.

Mempertahankan perolehan opini yang baik dari BPK bukanlah upaya yang ringan melainkan penuh dengan ketekunan untuk bertindak secara akuntabel dan transparan dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah. Meningkatkan PAD dengan dampak yang minimal bebannya terhadap penduduk adalah pencapaian yang cukup bijak, selain pemilihan obyek pendapatan daerah yang tepat juga harus dibarengi dengan intensifikasi dalam pemungutannya, karena jika membebani penduduk maka Perda PAD akan dibatalkan oleh Pemerintah. Peningkatan IPM adalah salah satu janji kepala daerah pada saat kampanye selama proses Pilkada. IPM adalah komposit dari pencapaian daerah di bidang pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonomi masyarakat.

Selamat kepada Pemerintah Daerah Kota Bitung dan seluruh masyarakatnya. Prestasi yang diraih hamper bersamaan dengan dimulainya masa jabatan kedua Walikota Bitung, adalah buah dari hasil kerja keras,kerja cerdas, dan kerja iklhas. Selamat.(pr@m)