Minggu, 20 Desember 2009

Lebih Banyak Daerah Menerima DBH Cukai dan Implikasinya

Sesuai UU No 39 Th 2007 tentang Cukai, penerimaan dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) porsi 2%-nya dikembalikan kepada daerah penghasil CHT sebagai dana bagi hasil CHT (DBH CHT). Mulai tahun 2008 daerah penghasil CHT sebanyak 5 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Pembagian CHT kepada 5 provinsi beserta daerah kabupaten/kotanya dilakukan juga pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 penerima DBH CHT meningkat menjadi 19 daerah, sebagai akibat dari dikabulkannya tututan daerah penghasil tembakau oleh Mahkamah Konstitusi. Daerah baru penerima DBH CHT sebanyak 14 provinsi adalah Banten, DKI, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, NAD, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan.
Menurut teori, dana bagi hasil atau revenue sharing umumnya diberikan hanya kepada daerah penghasil penerimaan negara baik pajak maupun bukan pajak. Namun praktek di Indonesia, dana bagi hasil diberikan selain kepada daerah penghasil, juga diberikan kepada daerah bukan penghasil, yaitu daerah lainnya dalam satu provinsi dengan pembagian secara merata dari persentase tertentu yang diperuntukkan bagi daerah bukan penghasil. Praktek tersebut dapat ditemui dalam DBH sumber daya alam (SDA). Bahkan dalam hal DBH yang bersumber dari penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor pertambangan minyak dan gas bumi diberikan kepada semua daerah di Indonesia dengan perhitungan tertentu. Pembagian DBH CHT ditetapkan dengan pola ....
Pemberian sebagian DBH CHT kepada daerah penghasil tembakau akhirnya menemukan analogi dengan pemberian DBH SDA dan DBH PBB Sektor Migas. Dengan masuknya daerah penghasil tembakau maka terdapat 4 (empat) type daerah tingkat provinsi dalam kaitannya dengan DBH CHT, yaitu (1) Daerah Penghasil Cukai, seperti Kota Kediri, Kabupaten Kudus; (2) Daerah Penghasil Tembakau, seperti beberapa kabupaten di Jawa Timur dan di Nusa Tenggara Barat, (3) Daerah Penghasilk Cukai dan Tembakau, dan (4) adalah daerah tingkat kabupaten/kota sebagai Daerah Bukan Penghasil Cukai dan Bukan Penghasil Tembakau.
Dengan adanya type-type daerah tersebut maka pembagian DBH CHT yang semula hanya mendasarkan pada besaran penerimaan CHT per daerah, menjadi lebih rumit perhitungannya. Indikator yang digunakan sebagai dasar pembagian per daerah harus mempertimbangkan karakteristik dari type-type daerah tersebut. Selain besaran penerimaan CHT khususnya bagi daerah penghasil cukai, jumlah produksi tembakau (dalam ton) juga digunakan untuk menghitung bagian daerah penghasil tembakau. Demikian juga indikator lain yang relevan dengan type-type daerah tersebut, antara lain data kerugian negara dari hasil penindakan terhadap cukai ilegal.
(Tulisan ini belum selesai, masih akan dilanjutkan, mohon maaf, tunggu sebentar ya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar